#IMud - Aku Harus Kuliah
Perkenalkan,
nama lengkapku Dhimas Fajar Maulana, biasa dipanggil Dimas. Lahir 19 tahun lalu
di Kota Pendidikan, Yogyakarta. Orangtuaku mempunyai toko kecil, tempat kami
menggantungkan hidup. Penghasilan orangtuaku bisa dikatakan cukup, tidak
kurang, tidak berlebih.
Kau
boleh panggil aku seorang “pengangguran”, “Menganggur” dari yang namanya
belajar formal. Kau tahu kawan ?. Sejak
lulus SMA, aku belum melanjutkan lagi pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi
lagi. Jika kau menanyakan “Mengapa? Apakah karena tidak ada biaya?”. Tebakanmu
salah kawan. Buatku, masalah biaya bukanlah masalah yang perlu
dibesar-besarkan. Dalam pikiranku, selama kita masih mempunyai jantung yang
berdetak, nafas yang masih mengalirkan udara melalui paru-paru kita, tidak ada
alasan bagi kita untuk tidak kuliah. Sekarang bukanlah zaman kolonial, zaman
dimana pendidikan hanyalah sebuah kekhususan bagi orang yang punya martabat.
Sekarang pun bukanlah zaman jahiliyah, dimana wanita hanya bertugas untuk
mengasapi dapur sedangkan lelakinya mengurus ternak. Sudah banyak usaha
pemerintah maupun institusi lain yang menawarkan pendidikan gratis dengan
menukar mata uang “prestasi”. Maka dari itu, buatku tak ada lagi yang namanya tak kuliah karena
tak ada biaya.
“Jelas,
kamu kan anak dari seseorang yang mempunyai toko, ya mudahlah untuk kamu
kuliah”. Hehehe, maaf kawan, jika kamu berpikir begitu, pikiranmu kembali
salah. Sebagai anak lelaki pertama yang mempunyai dua adik, aku mempunyai
tanggung jawab lebih besar. Pola pikirku
harus lebih jauh, masa depan adik-adik ku adalah tanggung jawabku juga. Mungkin
saja aku menggunakan hasil jerih payah orangtuaku untuk kuliah, tetapi bagiku,
harga diriku seolah tak bernilai. Apa
karena tanggung jawab itu aku memtuskan untuk tidak kuliah? Sekali lagi bukan.
“Lalu apa? “
Kau
tahu kawan ? aku belum kuliah bukan karena aku mempermasaalahkan biaya, apalagi
karena malas. Aku belum kuliah karena aku belum “diizinkan” untuk merasakan
bangku kuliah, aku gagal dalam proses seleksi sekolah tinggi impianku, STAN. Aku
masih ingat betul bagaimana hancurnya impianku ketika hasil seleksi STAN
diumumkan, tak ada namaku yang tertera disana. Mungkin aku terlalu gegabah,
menggantungkan masa depanku pada satu tali harapan yang belum pasti aku
dapatkan, sungguh pikiranku sangat pendek kala itu. Aku menyesal, impianku
untuk langsung kuliah buyar. Aku harus menunda keinginanku, setidaknya satu
tahun, karena aku benar-benar tak punya cadangan lain selain di STAN. Aku harus
memendam mimpiku untuk sementara waktu. Aku hanya bisa tersenyum kecut bila ada
kabar temanku lolos di Perguruan Tinggi impiannya, bukan karena aku tak senang
melihat temanku sendiri senang, tapi aku hanya tak tahu rasanya bagaimana
rasanya lolos seleksi di tempat kuliah impian. Aku tak tahu bagaimana harus kuposisikan
diriku. Sungguh, hatiku hancur kawan, semangatku melemah.
Lalu
apa yang aku lalukan selama setahun ini ? sempat terlintas di benakku untuk
mencari pekerjaan,”Nak, Ayah belum mengizinkan jika kamu mencari pekerjaan
sekarang, masa depanmu harus lebih baik dari Ayah Ibumu. Pendidikan akan
membuatmu lebih cepat mendapatkan kebahagiaan”. Aku terdiam sejenak, memahami
setiap jengkal dari kata-katanya . Aku mengerti, penddikan itu layaknya lift,
kau akan lebih cepat sampai di lantai teratas, tak perlu lagi menaiki tangga
yang terlalu banyak memakan waktu dan energy. Ini analogi ku saja kawan.
Akhirnya
kuputuskan untuk membantu orangtuaku terlebih dahulu, menjaga toko. Entah
berapa kali tetangga atau teman yang bertanya “Dimana kamu kuliah sekarang ?”,
ketika kujelaskan tekadku, ada respon positif, ada pula yang seperti merasa
gagah karena mungkin berpikir aku lebih rendah derajatnya kali ini. Tapi tak
terlalu kupedulikan kata-kata nyinyir itu. Buatku, ini latihan sebelum aku
merasakan sindiran lain yang lebih kejam di luar sana. Aku ambil makna
terbaiknya. Setidaknya aku bisa lebih mendekatkan diri dengan keluargaku dan
lingkunganku, sebelum aku benar –benar sibuk kuliah. Kusempatkan belajar di
sela-sela kesibukanku, mempelajari kesalahanku dan memperbaikinya untuk masa
depan yang lebih baik. Kini aku pun tak akan lagi menggantungkan harapan pada
satu tali harapan, pemerintah menyediakan berbagai jalur untuk para pejuang
masa depan, tak boleh kusia-siakan begitu saja. Kali ini aku benar-benar “gila”
kawan, benar-benar tak ingin aku mengulangi kesalahan yang sama. Masa depanku
harus berubah !
Kali
ini, “peperangan” semakin dekat. Orang-orang yang mungkin lebih besar
“kegilaannya” daripada ku akan bertemu dengan ku nanti, mengadu hasil kerja
keras yang mungkin juga lebih berat perjuangannya daripadaku. Ah! Aku tak boleh
menyerah. Tahun ini, AKU HARUS KULIAH !
Labels
Si IMud
Post A Comment
Tidak ada komentar :
1. Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan. Tunjukkan bahwa anda adalah orang berpendidikan yang senantiasa menjaga etika.
2. Komentar tidak boleh menyinggung SARA, Porno, dan sejenisnya
3. Dilarang menggunakan akun Anonim.